Beranda | Artikel
Hukum Memberikan Zakat Kepada Para Penuntut Ilmu Atau Pelajar?
Selasa, 2 November 2004

HUKUM MEMBERIKAN ZAKAT KEPADA PARA PENUNTUT ILMU

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukumnya memberikan zakat kepada para penuntut ilmu (pelajar) ?

Jawaban
Penuntut ilmu yang mencurahkan kemampuan dan meluangkan waktunya untuk mencari ilmu syari’at meski dia mampu berusaha (mencari nafkah) tetap boleh diberi zakat, karena menuntut ilmu termasuk salah satu macam jihad fi sabilillah, Allah Maha Barakah dan Maha Tinggi menempatkan jihad di jalan Allah sebagai salah satu arah yang berhak disalurkan zakat. Allah Azza wa Jalla berfirman.

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah ; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At-Taubah/9 : 60]

Sedangkan apabila penuntut ilmu itu mencurahkan kemampuan dan waktunya untuk mencari ilmu duaniawi, dia tidak diberi zakat.

Kami bisa berkata kepadanya, “Kamu sekarang ini bekerja untuk dunia, mungkin bagimu untuk berusaha mencari nafkah di dunia dengan bekerja sehingga kami tidak memberimu zakat”, akan tetapi bila kita dapati seseorang yang tidak mampu berusaha mencari makan, minum, tempat tinggal, tetapi dia sangat butuh menikah, sedangkan dia tidak memiliki harta apapun untuk menikah, bolehkah kita membantunya menikah dengan harta zakat ?

Jawabnya : Ya, kita boleh menikahkannya dengan harta zakat, dia bisa membayar mahar dengan sempurna, jika ditanyakan : ‘Mengapa keadaan bisa mengarah pada usaha menikahkan orang fakir dengan harta zakat menjadi boleh meskipun harta yang diberikan kepadanya cukup banyak ?”

Kami jawab : ‘Karena kebutuhan orang itu untuk menikah sudah sangat mendesak’ Di sebagian komunitas masyarakat bahkan sudah seperti kebutuhan makan dan minum, karena itulah para ulama berpendapat bahwa wajib hukumnya atas orang yang biasa memberi nafkah pada orang lain untuk menikahkannya jika dia memiliki kelonggaran harta, seorang bapak wajib menikahkan anaknya apabila si anak sudah membutuhkan pernikahan sedangkan dia tidak punya harta untuk menikah. Akan tetapi saya mendengar sebagian bapak melupakan keadaan mereka di waktu muda saat anaknya meminta menikah, sang bapak berkata kepadanya : ‘Menikahlah kamu dengan keringat keningmu (usaha ) sendiri”. Ini tidak boleh dilakukan, perbuatan itu haram atasnya bila dia sebenarnya mampu menikahkan anaknya, kelak sang anak akan menuntutnya di hari kiamat apabila dia tidak mau menikahkannya padahal dia mampu menikahkannya.

Di sini muncul masalah : Jikalau seseorang memiliki beberapa anak laki-laki, di antara mereka ada yang sudah sampai usia menikah lalu dia menikahkannya, tetapi di antara mereka ada yang masih kecil, lalu bolehkah seorang bapak berwasiat atas sebagian hartanya untuk menjadi mahar bagi anak lelakinya yang masih kecil, karena dia telah memberikan sebagian harta kepada yang besar ?

Jawabnya adalah : Seorang bapak yang telah menikahkan anak laki-lakinya yang besar tidak boleh berwasiat (harta) untuk mahar anak lelakinya yang masih kecil, akan tetapi dia wajib menikahkan anaknya itu bila dewasa nanti dan telah mencapai usia menikah sebagaimana yang dilakukannya kepada anak yang pertama, sedangkan berwasiat sesudah mati untuk anak adalah perbuatan yang haram, dalil dari pernyataan ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam.

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

Sesungguhnya Allah memberi kepada setiap orang yang memiliki hak akan haknya, maka tidak boleh ada wasiat untuk ahli waris” [1]

[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]
______
Footnote
[1]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab Al-Buyu’. Bab : Apa yang datang pada wasiat untuk ahli waris. Turmudzi, Bab-bab Wasiat, Bab Tentang tidak bolehnya berwasiat kepada ahli waris


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1164-hukum-memberikan-zakat-kepada-para-penuntut-ilmu-atau-pelajar.html